Ambiguitas Ormas Adat
- R. B. Sukmara (Author)
- 26 Feb 2021
- 2 menit membaca
Diperbarui: 6 Sep 2023

Kita pasti sudah sering mendengar nama-nama ormas adat yang kadang baliho atau spanduknya nampang pada momen-momen tertentu. Biasanya sih momen ulang tahn kota atau pilkada.
Dari sekian banyak ormas-ormas adat yang tumbuh subur diberbagai sudut negeri ini, ada hal yang membuat saya sedikit terusik. Sebenarnya fungsi mereka itu seperti apa dan apakah mereka sudah menjalankan fungsi mereka sesuai dengan tempatnya ?
Seperti yang bisa kita lihat disekitaran kita, banyak ormas-ormas adat yang ada ditengah masyarakat yang muncul dan berkembang namun tidak berperan sebagai mana mestinya. Alih-alih untuk mengayomi masyarakat atau melestarikan nilai-nilai adat yang luhur, yang ada malah mereka justru sering membuat resah masyarakat dengan sikap arogan mereka.
Belum lagi jika ditambah dengan penggunaan seragam ormas yang bermotif loreng-loreng seperti militer, seolah mereka merasa menjadi lebih jagoan dan sangar dihadapan masyarakat.
Masyarakat dibuat resah dengan semakin suburnya premanisme berkedor ormas adat ini. Tak jarang tindakan represif yang dilakukan oknum-oknum ormas ini menyasar masyarakat, bahkan kadang masyarakat lemah pun jadi sasaran.
Belum lagi jika mereka terkadang ādipersenjataiā dengan sajam ataupun senjata api, jelas akan lebih berbahaya lagi. Belum lagi jika kita bahas tentang konflik horisontal antar ormas adat yang cukup sering terjadi ditengah-tengah masyarakat. Mereka yang bertikai, masyarakat yang ikut memakan getahnya.
Kembali lagi ke pembahasan masalah fungsi dari Ormas tersebut. Sepertinya sudah menjadi rahasia umum jika ormas-ormas tadi lebih banyak bertugas sebagai āseksi pengamananā sebuah acara atau event atau malah juga sering di āberdayakanā sebagai centeng orang atau pejabat tertentu atau juga diāberdayakanā untuk urusan sengketa tanah yang sarat dengan aksi arogan dan premanisme.
Dan juga bisa sebaliknya, yaitu diberdayakan untuk menekan masyarakat ataupun dunia industri.
Memang, tidak semua ormas adat bertingkah seperti ini, namun jumlah yang seperti gambaran diatas memang relatif cukup banyak.
Lalu, sebenarnya apakan ada mekanisme pengawasan dari ormas-ormas ini ?
Sebenarnya, dalam peraturan undang-undang (baca: UU 17 tahun 2013 & UU 16 Tahun 2017) sudah diatur tentang bagaimana mekanisme pengawasan ormas (secara umum), dimana ada pengawasan internal dan pengawasan eksternal. Nah, pada mekanisme pengawasan eksternal, disini terdapat ruang bagi masyarakat untuk bisa melakukan pengawasan terhadap ormas-ormas yang ada di Indonesia (dalam pembahasan ini adalah ormas adat). Mekanisme pengawasan yang dimaksud adalah dalam bentuk pengaduan masyarakat.
Memang, secara aturan mekanisme pengawasan eksternal sudah tersedi ruangnya, namun implementasinya tidak seindah apa yang termaktub dalam undang-undang tersebut. Faktanya, karena kuatnya aroma arogan dan premanisme dalam ormas adata, masyarakat pun kadang tidak meiliki keberanian untuk melaporkan tindakan-tindakan tidak patut yang dilakukan oleh ormas-ormas tadi. Bahkan pmerintah (khususnya dilevel daerah) terkadang juga ākalah tajiā dengan ormas-ormas ini.
Ancaman penganiayaan pun tak jarang diterima oleh masyarakat yang berani melaporkan ormas-ormas ini. Wal hasil, semkin langgenglah tindakan premanisme berbasis ormas adat ini.
Jadi, sebenarnya apa fungsi ormas adat ini ? Apakah benar-benar ingin menjaga nilai-nilai adat yang luhur, atau hanya untuk memanfaatkan sentimen adat namun sebenarnya ada premanisme yang bersarang didalam ormas tersebut. Silahkan dijawab sendiri.
Jadi ORMASnya mau jadi pelerstari adat atau perusak adat nih ?
Disclaimer : No Offense to all people yang merasa
____
Salam #sobatsambat
____
Jangan lupa Like, Subscribe dan Share artikel ini kalau kalian suka.
_____
RBS, Feb 2021
ąøąø§ąø²ąø”ąøąø“ąøą¹ąø«ą¹ąø