top of page

Angan-angan Kerja Dikontraktor atau Oil & Gas Company, Malah “Keblowok” di Jurang Akademik.

  • Gambar penulis: R. B. Sukmara (Author)
    R. B. Sukmara (Author)
  • 11 Jan 2023
  • 7 menit membaca

Diperbarui: 15 Feb 2023


Masa-masa awal "keblowok" di dunia Akademisi

Lulus dari S1 punya angan-angan untuk kerja di kontraktor atau oil and gas company, tapi takdir berkata lain. Saya harus lanjut kuliah S2 dan malah keblowok ke dunia akademik lebih dalam setelah lulus. Dunia yang tidak pernah ada dipikiran saya sedikitpun. Membuang kesempatan kerja di BUMN Setrum, akhirnya saya “manut dawuh e wong tuo” untuk berkarir sebagai akademisi dilingkungan kampus. Setelah beberapa tahun berkecimpung didunia akademik, ternyata tuntutan karir “memaksa” saya untuk kembali kembali ke bangku sekolah dan meneruskan studi kejenjang yang lebih tinggi, yaitu S3. Dengan berbagai lika-likunya, akhirnya takdir membawa saya ke Taiwan untuk melanjutkan jenjang Pendidikan saya.



Awal Mula

Melanjurkan jenjang Pendidikan ke jenjang S3 bukanlah hal yang sederhana. Banyak hal yang perlu dipertimbangkan sebelum memutuskan untuk melakukannya. Pun juga begitu dengan saya, yang akhirnya memberanikan diri untuk melajutkan studi ke jenjang yang paling “menakutkan” bagi hampir semua orang yang menjalaninya.


Awal mula saya akhirnya memutuskan untuk mengambil studi S3 adalah karena saya terlanjur “keblowok” (bahasa jawa, yang dalam bahasa Indonesianya berarti “terjerumus”) kedalam dunia akademik. Padahal dahulu ketika akan lulus S1, saya bahkan tidak pernah memikirkannya. Yang saya pikirkan kala itu hanya, setelah lulus saya bisa kerja di kontraktor nasional atau perusahaan minyak multinasional.


Ketika itu, saya hanya iseng untuk mendaftar ke program master (S2), karena sejujurnya saya juga sedang melamar/mencari pekerjaan sesuai yang saya inginkan. Karena hampir sebulan saya mencari pekerjaan yang saya inginkan belum muncul “hilal”nya, akhirnya saya memutuskan untuk “gambling” saja. Gambling itu saya lakukan dengan menjalani apa yang kira-kira keterima duluan. Kalau keterima kerja dulu, berarti saya akan pending untuk lanjur studi S2, tapi kalau lolos ujian masuk S2 dulu, ya sudah saya akan sekolah dulu.


Singkat cerita, kerjaan belum dapat, tapi pengumuman lolos ujian S2 sudah keluar dan harus daftar ulang. Ya, sudah, ternyata nasib memang mengantarkan saya untuk lanjur sekolah dulu. Kebetulan juga, adik saya baru mulai masuk kuliah kala itu (tahun 2013), ya sudah sekalian “dampingin” adek dulu untuk sekolah.


Setelah daftar ulang, maka resmilah saya untuk kembali menjadi seorang mahasiswa. Duduk dibangku kelas lagi dan mendengarkan kuliah lagi dari dosen.


Hari-hari berlalu dan tak terasa ternyata sudah masuk semester 3. Sudah waktunya untuk mengerjakan Thesis S2 saya. Selama satu semester, saya mengerjakan Thesis tanpa ada kendala yang berarti. Proses bimbingan lancar jaya, proses pengerjaan pun relative lancar meskipun progress saya agak telat diawal karena “terlalu woles”. Singkatnya, Thesis akhirnya bisa selesai tepat waktu dan diijinkan untuk maju ujian dipenghujung semester 3.


Waktu ujian S2 pun tiba, meskipun sudah 2 kali merasakan ujian akhir (DIII dan S1), tetap saja rasa deg-deg-an sebelum masuk ruang ujian masih ada. Setelah menunggu sesuai urutan jadwal ujian, sampailah pada giliran saya. Saya masuk dan mempersiapkan diri untuk ujian. Dimulai dengan presentasi dan diakhiri dengan sesi tanya jawab oleh para dosen-dosen penguji. Alhamdulillah, ujian berjalan lancar dan tidak ada banyak kendala. Akhirnya ujian pun selesai dengan durasi yang tak sampai 1 jam dan dinyatakan lulus. Seingat saya, waktu itu hanya sekitar 45 menit. Padahal kawan yang ujian sebelum-sebelum saya, ada yang hampir 2 jam durasinya.


Singkat cerita, pada bulan Maret 2015, saya pun resmi lulus dan di wisuda sebagai Fresh Graduate S2. Setelah lulus saya kembali untuk mencoba mewujudkan “angan-angan” saya ketika lulus S1. Saya mendaftar kesana-kemari, mencoba job fair disana-sini untuk mencari perusahaan yang saya inginkan untuk bekerja. Sembari mencari-cari perusahaan swasta, saya pun mendapat info dari orang tua bahwa ada kampus negeri baru yang akan buka di kota Balikpapan. Orang tua pun menyarankan saya untuk juga mendaftar disana sebagai tenaga pengajar.


Meskipun bukan keinginan saya untuk menjadi seorang pengajar, tapi ya sudah, karena orang tua yang menyarankan, akhirnya saya manut saja. Kalau orang jawa bilang “manut dawuh e wong tuo wae”. Saya pun akhirnya mendaftar disana dikampus negeri baru itu yang bernama Institut Teknologi Kalimantan (ITK).


Singkat cerita lagi, akhirnya saya keterima kerja disana sebagai Dosen Non-PNS atau Dosen Honorer. Saya pun mulai bekerja disana dan kala itu kampusnya belum pindah ke Balikpapan tapi masin “numpang” di kampus ITS.


Selama awal-awal kerja di ITK, saya pun masih kekeh dengan angan-angan saya untuk kerja diperusahaan yang saya mau dan masih tetap aktif untuk mendaftar sana sini di perusahaan-perusahaan yang saya inginkan. Sampai akhirnya saya mendaftar dan mengikuti seleksi di salah satu BUMN Setrum di Indonesia. Tahap demi tahap saya ikuti, mulai dari Psikotes, Tes Bahasa Inggris, Tes kemampuan bidang, tes Kesehatan Fisik dan hingga pada tahap seleksi akhir, yaitu Tes Kesehatan 2 yaitu pengecekan Kesehatan dari Tes Darah dll.


Nah, dilemma pun terjadi sehari sebelum menjalani Tes Kesehatan kedua. Saya tau bahwa tes Kesehatan kedua aka nada pengecekan darah, kolestrol dll dan sampai dititik ini pun saya yakin pasti lolos. Kenapa saya begitu yakin, karena saya tidak pernah merokok, tidak pernah minum apalagi “ngobat”, dan masih cukup aktif olah raga basket. Overall sebenarnya aman dan sangat yakin pasti lolos.


Tapi, beberapa hari sebelumnya saya sempat diskusi dengan orang tua tentang bagaimana kedepannya. Apakah saya tetap bekerja dikampus yang masih baru ini atau saya focus untuk tes di BUMN Setrum ini. Dari obrolan panjang dengan orang tua, entah saya yang salah tangkap atau memang seperti itu maksudnya, orang tua saya, terutama Bapak sepertinya lebih cenderung dan mendukung saya bekerja sebagai pengajar dibandingkan dengan di BUMN Setrum.


Akhirnya setelah “galau” dan budrek dengan segala pertimbangan. Saya memutuskan untuk “manut dawuh e wong tuo” lagi. Dengan kesadaran penuh saya sengaja “mengacaukan” tes Kesehatan di BUMN Setrum yang akhirnya membuat saya dinyatakan TIDAK LOLOS.


Orang bodoh mana kalau bukan saya. Sudah tau besok pagi mau tes Kesehatan dengan pengecekan darah dan organ dalam, tapi malamnya saya dengan sadar (meskipun berat hati) saya makan sea food bareng teman-teman di ITK, minum soda dan begadang sampai larut. Ya pasti hasil tes kesehatannya akan berantakan dan bubar jalan.


Setelah resmi dinyatakan TIDAK LOLOS, saya menguatkan diri dan berpasrah kepada dawuh e wong tuo. Saya hanya berfikir positit bahwa apa yang disarahkan orang tua, Insyaallah juga direstui oleh Gusti Allah SWT. Saya Cuma berfikir bawah “sak soro-sorone mengko, neg kuwi dawuh e wong tua, pasti onok restu lan dungane”. Wes, saya Cuma cari barokah e tok, itung-itung nyenengke wong tuo. Karena, seingat saya, saya belum pernah “nyenengke atine wong tuo”.


Semenjak itu saya tidak lagi mendaftar atau mencoba mencari tempat kerja lain dan hanya kerja di ITK dengan Gaji sekitar 700an ribu sebulan (hingga akhirnya “normal” setelah ITK pindah ke Balikpapan sekitar 4 bulan kemudian).



Mulai Coba Mendaftar S3

Pada saat saya keterima di ITK, saya sempat ditanya oleh pimpinan saya untuk “Kapan bisa lanjut S3?”. Waktu itu saya hanya menjawab, 2 tahun lagi lah pak saya akan lanjut sekolah.


Seiring berjalannya waktu dan mengikuti dinamika dunia kerja akademik, ternyata Lanjut S3 sepertinya menjadi tuntutan dan kebutuhan yang mutlak untuk karir di dunia akademik. Ketika kita belum bergelar doctor, sepertinya “pergerakan” kita di ranah akademik menjadi sangat terbatas. Hampir semua lini jalur karir mensyaratkan S3 sebagai kebutuhan utama. Selain itu, pergaulan dunia akademik juga secara tidak langsung seperti “terus memaksa” untuk bisa S3 sesegera mungkin.


Sembari bekerja dan mulai aktif mengajar, saya pun mencari-cari kesempatan untuk bisa lanjur kuliah. Dengan “motivasi” sedkiti kecewa saat S2 karena program Double Degree yang saya incar tiba-tiba sudah tutup untuk Angkatan saya. Akhirnya saya “memberanikan diri” untuk nekat mencari kampus S3 diluar negeri. Meskipun dengan kemampuan bahasa inggris yang tiarap, saya nekat untuk cari info dan kirim research plan ke professor disana-sini, mulai dari Eropa Barat, Eropa Timur, Asia Timur hingga Asia Tenggara.



Gagal Mengamankan Beasiswa Polandia

Setelah mencari kesempatan beasiswa di Luar Negeri, ada sedikit titik cerah ketika saya dan 2 orang teman saya di ITK dinyatakan lolos untuk beasiswa di Polandia yang bernama Ignacy Lukasiewicz Scholarship Program. Untuk seorang yang tidak pernah punya prestasi akademik seperti saya, jelas ini sangat menggembirakan. Kapan lagi wong ga’ jelas seperti saya bisa sekolah di Eropa, meskipun hanya Eropa Timur, tap ikan Eropa bossku. Dalam pengumuman kelulusan “kandidat penerima beasiswa” itu pihak pemberi beasiswa memberikan syarat kurang lebih 2 bulan (kalau tidak salah ingat) hingga tanggal 7 september 2015 untuk segera mencari kampus di Polandia yang mau menerima kami (dibuktikan dengan LoA).


Setelah usaha sana-sini, coba email untuk mencari LoA di Polandia, ternyata nasib berkata lain. Dari 3 orang ITK yang menjadi kandidat penerima beasiswa, hanya 1 orang yang berhasil mendapatkan LoA, dan dua orang lagi termasuk saya, gagal mendapatkan Lo Asampai batas waktu yang ditentukan. Wal hasil, hanguslah beasiswa Polandia itu dan harus mulai mencari dari awal lagi.



Takdir Membawa Saya Ke Taiwan

Setelah gagal mengamankan kesempatan beasiswa ke Polandia, saya berupaya lagi mencari beasiswa dan kesempatan untuk kuliah diluar negeri. Hingga suatu ketika saya bertemu dengan teman kuliah saya diacara temu alumni di ITS yang kebetulan baru lulus S2 dari Taiwan (sekitar akhir tahun 2015). Singkat cerita, kawan say aini memberikan informasi bahwa ada Professor-professor dari Taiwan termasuk kampusnya sedang melakukan seleksi calon mahasiswa internasional di ITS. Tanpa banyak cincong, saya pun langsung menyiapkan berkas yang dibutuhkan. Saya pakai saja proposal riset saya ketika mendaftar di Polandia untuk mengikuti seleksi. Saya pun langsung mendaftar untuk ikut seleksi wawancara dan jadwalnya dikeesokan hari.


Esok harinya, saya menuju kekampus, tempat dimana saya menyelesaikan kuliah S1-S2 saya. Sampai disana ternyata ada cukup banyak antrian yang sudah menunggu. Sayapun ikut menunggu sambal mempersiapkan diri. Maklum, ini pertama kalinya saya harus mengikuti wawancara dengan professor dan harus dengan bahasa inggris dan bahasa Inggris saya levelnya tiarap.


Singkat cerita, saya dipanggil masuk untuk wawancara dan bertemu dengan professor dari Teknik sipil National Central University. Saya pun diwawancarai dan saya menjawab dengan bahasa inggris yang segitunya. Kurang lebih sekitar 20 menitan, proses wawancara selesai. Saya keluar dengan perasaan yang nothing to lose saja, kalau lolos yang alhamdulillah, kalau tidak ya coba lagi.


Beberapa minggu setelah wawancana itu, saya mendapat email dari professor yang mewawancarai saya dan menyarankan saya mengontak seorang professor yang sesuai dengan bidang saya. Sayapun segera mengontak professor tersebut. Singkat cerita, dari hasil diskusi via email dengan professor yang dimaksud, beliau pun setuju dengan proposal saya dan bersedia menjadi pembimbing saya dan kelak professor inilah yang menjadi professor saya sampai hari ini.


Dari proses diskuis tersebut, sang calon professor pembimbing saya menginstruksikan saya untuk tetap mendaftar melalui sistem pendaftaran kampus. Saya pun mendaftar mengikuti prosedur pendaftaran tersebut. Saya menyiapkan berkas, mengupload sesuai ketentuan.


Setelah proses pendaftaran, selang 3 bulan kemudian, akhirnya keluarlah pengumuman resmi dari kampus National Central University dan saya resmi diterima dikampus tersebut.


LoA pun sudah dikirimkan via Email. Saya sangat senang dan gembira kala itu, karena akhirnya saya benar-benar berkesempatan kuliah di luar negeri dan Taiwanlah yang menjadi takdir untuk saya sekolah S3. Petualangan dan perjalanan panjang menjadi mahasiswa S3 pun akan segera dimulai.


____

Jangan lupa Like & Share artikel ini kalau kalian suka.

_____

RBS, January 2023




Commentaires


"Allah is He who created death and life to test you as to which of you is best in deed" - Qur'an, Al Mulk 67:2

06 Logo FIX RED 2.png

Yakinlah Sambatmu kelak akan mengubah dunia

@2023 Bennysukmara.com

bottom of page