Beda Agama Jadi Masalah? Basi Lu!
- R. B. Sukmara (Author)
- 22 Mar 2020
- 4 menit membaca
Diperbarui: 6 Sep 2023

Ngomongin masalah isu agama di negara Eks Hindia Belanda ini memang tidak ada habisnya. Masalah yang terkait dengan urusan agama ini masih sering menjadi momok serius di negeri yang berpenduduk 264 juta orang ini, bahkan bisa berujung dengan konflik berdarah dan perang antar penganut agama tertentu.
Masih jelas diingatan kita tentang konflik agama yang terjadi di berbagai tempat di negara merah-putih ini. Kejadian seperti di Poso dan Ambon adalah contoh nyata konflik berdarah yang melibatkan penganut agama tertentu, sebut saja Islam dan Kristen/katholik. Konflik yang akhirnya menelan banyak korban jiwa itu pun tidak membuat para pemeluk agama ini belajar. Hingga saat ini pun konflik-konflik seperti ini masih sering terjadi bahkan terkadang sengaja dimainkan untuk tujuan tertentu.

Masalah isu agama pun menjadi kian tajam dan makin sering terjadi dikehidupan bermasyarakat saat ini. Kasus-kasus seperti penolakan terhadap keberadaan penganut agama tertentu dalam sebuah lingkungan, penolakan pembangunan rumah ibadah hingga pada pengerusakan rumah ibadah masih kerap terjadi. Entah alasan apalagi yang membuat hal tersebut masih selalu terjadi.
Perbedaan agama dikalangan masyarakat seolah menjadi sebuah barrier atau penghalang dalam proses berkehidupan. Agama yang berbeda membuat sebagian masyarakat enggan untuk saling berinteraksi bahkan ada yang merasa terganggu. Padahal untuk urusan ini, kita punya bilik masing-masing dan tidak perlu saling diperdebatkan. Selama kita percaya apa yang dengan apa yang kita imani tentu tidak akan menjadi masalah, kecuali kalau iman kalian yang lemah, #eaaā¦
Kalau melihat sejarah, kita tidak bisa memungkiri bahwa bangsa kita dibangun oleh semua Agama. Baik itu Islam, Kristen, Katholik, Hindu dan Budha. Semua punya peran dalam proses pendirian negara. Dan oleh sebab itu pula, konsep Negara Islam tidak diterapkan di Indonesia meskipun Islam adalah Agama Mayoritas dengan jumlah penganut mencapai 87 persen. Para pendiri bangsa sadar bahwa Negara berbasiskan satu Agama tidak cocok untuk diterapkan di Indonesia. Seandainya saja penerapan Negara Islam tetap dipaksakan, maka yang terjadi adalah negara kita akan berpotensi untuk tercerai berai. Indonesia bagian Timur akan memisahkan diri karena disana mayoritas beragama Kristen dan Katholik. Lalu pulau Bali juga akan menuntut untuk merdeka, karena disana mayoritas beragama Hindu.
Kita harus belajar dari kasus pecahnya India karena konflik agama. Dulu India adalah negara yang besar, namun akhirnya harus terpecah menjadi dua negara karena perbedaan agama. Untuk yang beragama Islam, akhirnya mendirikan negara baru bernama Pakistan yang pada akhirnya juga harus terpecah dan melahirkan sebuah negara baru bernama Bangladesh. Setelah India terpecah-pecah, ternyata konflik agama disana pun belum juga selesai hingga hari ini dan terakhir terjadi konflik di New Delhi pada bulan Februari 2020 lalu.

Sejarah panjang konflik agama di Indonesia memang belum bisa dikatakan selesai. Hingga hari ini pun masalah isu agama terus saja terjadi. Padahal perbedaan itu adalah sebuah kehendak Tuhan atau Sunnatullah. Bukan saya mau menyudutkan agama yang saya anut, namun kita tidak dapat memungkiri bahwa sebagai Agama yang Mayoritas, kita menjadi agama yang paling sering terlibat konflik, terutama akhir-akhir ini. Ada beberapa kelompok yang sebenarnya kecil, tapi terus menggaungkan isu bahwa Islam tertindas di Indonesia. Dan celakanya tak sedikit orang yang termakan oleh provokasi tersebut dan akhirnya memicu kembali permasalahan perbedaan agama. Padahal kalo dipikir dengan waras, sisi mananya yang dikatakan Islam sedang tertindas? Kita masih mayoritas, masjid berhamburan, tabligh akbar dan pengajian juga ga pernah dilarang, lha terus yang ditindas mananya, ndes? Heran gue! Kan jadi kebawa emosiā¦. hedeh..
Permainan isu agama ini akan kembali panas pada momen-momen tertentu, khususnya pilkada. Tak sedikit para ahli yang mengatakan bahwa isu agama semakin sering dimainkan dimulai dengan Pilkada Ibukota, berlanjut ke pemilihan presiden dan terus berlalut hingga saat ini, seolah memang ada oknum yang terus memainkan isu ini. Entah apa yang ada dipikran mereka yang memanikan isu ini. By the way, kok gue jadi main emosi kalau bahas pilkada. Udah, ga usah bahas pilkada, sampah semua isinya.
Seharusnya, sebagai mayoritas, kita umat Islam harusnya justru mengayomi para pemeluk umat agama lain termasuk Konghuchu yang bergabung belakangan setelah eranya Presiden Gus Dur. Kita harus bisa menjadi contoh buat mereka dalam membangun kebersamaan, bukan malah menjadi actor utama konflik agama. Lha piye jal..
Harusnya dengan keragaman yang kita miliki justru harus bersyukur. Apalagi kalau kita bisa hidup rukun dan damai. Ini akan menjadi sebuah pembelajaran bagi negara-negara lain tentang bagaimana bernegara dengan berbagai agama dan tetap rukun.
Perbedaan agama harusnya jangan dijadikan penghalang untuk kita dapat berkawan, berdiskusi atau sekedar nongkrong bareng. Bukan saya mau mencampur adukkan agama, tapi saya percaya bahwa setiap agama pasti akan mengajarkan nilai-nilai kebaikan dan tidak ada agama yang mengajarkan nilai-nilai keburukan. Kalau sampai ada prilaku yang buruk dari sebuah agama, maka bukan agamanya yang salah, tapi oknum penganutnya saja yang ga bisa memahami pelajaran agamanya. Atau penganut agama itu kebanyakan belajar agama dari video satu menit di Instagram, jadi pelajarannya gaā tuntas. hiya-hiya-hiyaā¦

Jadi pesan saya untuk semua kawan-kawan umat beragama. Bukan bermaksud untuk menggurui, tapi mari kita bersama jaga kerukunan antar umat beragama dan saling jaga toleransi. Urusan dengan Tuhan, biarlah menjadi urusan dibilik kita masing masing. Tapi untuk urusan bernegara dan bermasyarakat, kita gunakan kacamata kemanusiaan sebagai landasannya.

O iya, toleransi yang saya maksud disini bukan berarti kita juga harus mengikuti ritual ibadah agama lain lho ya. Tapi toleransi itu memberikan hak dan kebebasan para penganut agama lain untuk menjalankan ibadah agamanya dengan aman dan nyaman. Karena sebagai warga negara Indonesia, kita memiliki hak yang sama dalam menjalankan ibadah dan itu sudah dijamin dalam dasar negara kita. Jangan sampai aktivitas nongkrong kita jadi kacau hanya karena berbeda keyakinan atau agama.
Lakum Dinukum Waliyadin. Bagiku Agamaku, Bagimu Agamamu.
Oke, sekian dulu catatan saya kali ini, kurang lebihnya saya mohon maaf. Kalau ada yang kurang benar, bisa kabari saya melalui kontak yang tertera di website ini ya.

Jangan sampai agamamu menghalangi urusan nongkrong bareng kita!
____
Salam #sobatsambat
Jangan lupa Like, Subscribe dan Share artikel ini kalau kalian suka ya.
(Halah kok malah koyok Youtuber wae c@k, iki lho cuma blog tok, rasah kakean polah, wkwkwkwk)
____
RBS, March 2020
ComentƔrios