top of page

'Budak' Pendidikan itu bernama 'Guru'

  • Gambar penulis: R. B. Sukmara (Author)
    R. B. Sukmara (Author)
  • 11 Jan 2023
  • 4 menit membaca

Diperbarui: 13 Sep 2023

by Riyan Benny Sukmara

Seluruh dunia termasuk Indonesia sepakat bahwa Pendidikan adalah hal yang utama dan harus menjadi prioritas untuk kemajuan sebuah bangsa atau negara. seperti halnya Nelson Mandela yang pernah berkata “Pendidikan adalah senjata paling mematikan di dunia, karena dengan Pendidikan, anda dapat mengubah dunia”.


PENDAHULUAN

Bicara Pendidikan, kita tidak pernah akan bisa lepas dari hal-hal yang menunjangnya, baik itu berupa sarana, prasarana dan yang terpenting adalah kualitas dari tenaga pengajarnya. Selain urusan sarana dan prasarana yang memadai, profesionalitas seorang pengajar atau guru turut serta menjadi faktor penentu dalam keberhasilan dari proses belajar mengajar. Guru memerankan peranan penting dalam dunia Pendidikan. Guru yang professional hampir pasti akan menghasilkan murid-murid yang cerdas dan kreatif.


Sistem Pendidikan yang baik menuntut guru yang berkerja dengan professional dan dedikasi yang tinggi. Kepahaman terhadap sistem kurikulum serta persiapan mengajar yang baik adalah sebuah keharusan yang dilakukan seorang guru sebelum masuk kelas dan mengajar para siswanya yang kelak akan menjadi generasi penerus bangsa.


Besarnya tanggungjawab dan tuntutan akan mencerdaskan generasi penerus bangsa ini sayangnya tidak diiringi dengan tingkat kesejahteraan para guru di Indonesia. Dengan berbagai macam tuntutan kurikulum yang hampir selalu berubah disetiap pergantian kepemimpinan, urusan kesejahteraan justru berjalan sebaliknya. Kesejahteraan mereka justru hanya jalan ditempat bahkan mundur kebelakang. Seolah kesejahteraan mereka bukanlah hal yang penting.



GAJI TIDAK MANUSIAWI

Sekarang, coba kita berfikir jernih. Bagaimana mungkin seorang guru akan terjaga dedikasi dan profesionalitasnya jika untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka saja tidak cukup. Boro-boro untuk mempersiapkan bahan ajar yang baik, untuk urusan perut saja mereka sulit. Tak sedikit dari para guru “terpaksa” harus mengambil pekerjaan sampingan lain diluar jam mengajar untuk memenuhi kebutuhan mereka dan keluarga mereka. Ada yang mencari tambahan menjadi guru les, ojek, berjualan bahkan ada yang serabutan juga.


Memang, tidak semua guru bernasib “miris” seperti diatas. Tapi jumlah guru yang hidup “miris” sepertinya jauh lebih banyak. Sebelum kita bicara tentang guru Honorer, kita bicara saja dulu terkait dengan guru PNS. Secara aturan, gaji pokok untuk PNS Golongan 3A (berijazah S1) dengan masa kerja kurang dari 5 tahun hanya sekitar 2,5 juta/bulan. Syukur jika sudah pegang jabatan atau ada tunjangan daerah, mungkin bisa sampai 4 atau 5 juta, tergantung dari jabatan apa yang dipegang dan juga kemampuan daerah untuk memberikan tunjangan. Jika daerahnya kaya, mungkin saja bisa memberi sedikit besar, tapi kalau daerahnya miskin ya sudah, terima nasib saja. Sebagai catatan, bahwa untuk guru SMP kebawah itu dibawah kewenangan dari Pemerintah Kabupaten/Kota, sedangkan untuk guru SMA berada dibawah kewenangan dari Pemerintah Provinsi.


Selain itu, juga masih ada tambahan jika guru tersebut sudah memperoleh sertifikasi Guru yang memiliki besaran 1x gaji pokok per bulan dan dibayarkan 3 bulan sekali. Namun sayangnya, tidak semua guru bisa “dengan mudah” mendapatkan kesempatan ini, terlebih para guru-guru yang sudah terlanjur “berumur”, padahal mereka sudah memiliki pengalaman mengajar puluhan tahun.


Sekarang kita bergeser ke guru Hononer, yang mana ini merupakan kasta guru paling miris. Dengan gaji yang kecil, mereka juga masih dihantui lagi dengan resiko putus kontrak secara tiba-tiba. Mereka dituntut dengan tanggung jawab yang tinggi dan professional, tapi disatu sisi kesejahteraan mereka jauh dibawah standar pendapatan professional.


Kalau mereka kebetulan bekerja disekolah yang berada di kota, mungkin mereka masih bisa mencari sampingan lain yang bisa dilakukan dengan berbagai macam peluang yang ada dikota. Tapi coba bayangkan mereka yang harus bekerja didaerah, apalagi daerah 3T (terdepan, terluar dan tertinggal). Bisa untuk makan saja sudah sangat bersyukur sekali. Satu-satunya harapan mereka adalah dapat menjadi guru ASN, namun untuk menjadi Guru ASN pun bukan hal yang mudah, terutama mereka yang sudah berumur. Mereka dituntut untuk bersaing dengan para lulusan-lulusan muda yang hampir sudah pasti lebih “canggih” untuk mengikuti tes dengan sistem CAT (Computer Assisted Test) daripada mereka. Padahal, kalau dilihat dari pengalaman dan dedikasi, bukan tidak mungkin para guru-guru yang sudah berumur ini jauh lebih berpengalaman dan “lebih berdedikasi” daripada mereka yang baru lulus “kemaren sore”.


Bicara soal gaji Guru Honorer, sekarang coba kita membayangkan, bagaimana mereka bisa bekerja dengan tenang kalau gaji mereka saja tak sampai 1 juta perbulan, bahkan ada yang dibawah Rp. 500.000,- per bulan. Itupun masih harus dihantui dengan adanya penundaan atau keterlambatan pembayaran gaji. Kalau seperti ini, boro-boro mau mikirkan kualitas gizi makanan, untuk beli beras saja mungkin bisa jadi tidak cukup. Apa gaji seperti “manusiawi” untuk seorang yang mengemban tanggung jawab mencerdaskan anak bangsa ?. Gaji yang begitu kecil membuat profesi guru tak ubahnya seorang budak yang dipaksa bekerja keras dengan upah seadanya.



CERDASKAN ANAK BANGSA TAPI SULIT UNTUK MENCERDASKAN AKAN SENDIRI

Dengan tanggung jawab yang besar dan mulia untuk mencerdaskan anak bangsa, para guru-guru ini pun juga berjuang untuk keluarganya sendiri. Dengan gaji yang pas-pas-an, bagaimana mereka bisa mencerdaskan anak-anak mereka. Meskipun biaya sekolah dasar dan menengah itu ditanggung oleh negara, tapi kecukupan gizi bagi anak mereka jelas sulit untuk terpenuhi.Padahal gizi pada anak juga turut mempengaruhi tumbuh kembang anak yang ujung-ujungnya akan berpengaruh kepada kemampuan berfikir anak. Belum lagi kondisi tiap sekolah yang berbeda-beda dan sistem zonasi. Meskipun sistem zonasi memiliki tujuan yang baik yaitu untuk pemerataan, tapi faktanya kondisi tiap-tiap sekolah berbeda. Ada sekolah yang kondisinya memadai dan ada pula yang jauh dari kata memadai. Belum lagi didaerah 3T yang tak banyak memiliki pilihan sekolah. Akhirnya si anak masuk kesekolah yang kondisi gurunya tak lebih baik pula dengan kondisi orang tuanya dan akhirnya “lingkaran setan” Pendidikan tak memadai pun tercipta.



HANYA JADI KOMODITAS POLITIK

Urusan kesejahteraan guru memang menjadi urusan yang seksi dan kadang juga “laku” untuk dijual. Tak jarang urusan nasib guru terutama para guru honorer dijadikan sebagai komoditas politik electoral pada masa-masa pemilu. Iming-iming peningkatan kesejahteraan guru yang “dimuntahkan” para politisi menjadi senjata utama untuk menggaet suara pemilih, terutama dari komunitas guru. Padahal ketika sudah terpilih, boro-boro para politisi ini akan melunasi janji-janjinya, yang ada mereka akan lupa atau hanya melemparkan tanggung jawabnya kepada pihak lain. Dan pada akhirnya nasib kesejahteraan guru yang menjadi iming-iming hanya sebatas angan-angan disiang bolong.



____

Jangan lupa Like & Share artikel ini kalau kalian suka.

_____

RBS, January 2023




Commentaires


"Allah is He who created death and life to test you as to which of you is best in deed" - Qur'an, Al Mulk 67:2

06 Logo FIX RED 2.png

Yakinlah Sambatmu kelak akan mengubah dunia

@2023 Bennysukmara.com

bottom of page