top of page

Ex-Teroris "Meetup" dengan Densus 88 di PBNU

  • Gambar penulis: R. B. Sukmara (Author)
    R. B. Sukmara (Author)
  • 13 Mar 2020
  • 4 menit membaca

Diperbarui: 12 Jan 2023

(Part 1: Intoleransi adalah embrio radikalisme dan terorisme)

Kemarin saya iseng scrolling-scroling Youtube Feed untuk cari-cari video yang bagus untuk ditonton. Saat lagi asik scrolling tak sengaja menemukan sebuah video yang cukup menarik dari sebuah kanal Youtube bernama 164 Channel yang dipublikasikan pada 11 Maret 2020. 164 Channel sendiri merupakan sebuah kanal youtube yang dikelola oleh Lembaga Ta’lif wa Nasyr Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LTN PBNU).

Video yang akhirnya saya tonton ini berisi tentang sebuah diskusi yang sangat menarik terkait dengan program deradikalisasi. Pembicara dalam diskusi ini pun sangat menarik, yaitu mempertemukan Eks-teroris paling top yang pernah melakukan pengeboman di Bali yang bernama Ali Imron dan Direktur Intelejen Tim Anti Teror Kepolisian Republik Indonesia (Densus 88) yang bernama Kombes Pol Ibnu Suhendra. Diskusi ini juga menghadirkan Sekjen Ikatan Alumni Suriah Indonesia, M. Najih Arromadloni dan peneliti senior dari Wahid Foundation, saudara Alamsyah M. Djafar.

Diskusi dibuka dengan pertanyaan dari Host diskusi yang ditujukan kepada Ali Imron terkait dengan hal apakah benar jika tindakan terorisme diawali dengan tindakan intoleran. Lalu, pertanyaan dari host ini dijawab oleh sang Eks Teroris yang masih dalam masa penahanan ini. Ali Imron menjawab bahwa teroris ini melakukan aksinya bukan atas dasar intoleransi tapi didasarkan pada tujuan untuk menteror seluruh umat manusia yang membenci dan menjadi musuh Islam.

Ali Imron mengatakan bahwa “…kami yang terlibat dan mengawali aksi terror di Indonesia yaitu dimulai dengan pengeboman di rumah Duta Besar Filipina di Jl. Imam Bonjol Jakarta, Agustus tahun 2000. Itu kami nda ada, kami bukan intoleransi. Kalau kami yang akhirnya jadi teroris itu intoleransi, sudah banyak sekali yang kami bunuhi. Tetangga-tetangga yang non-muslim, tetangga-tetangga yang LDII, tetangga-tetangga yang Ahmadiyah, karena apa, kami diajari untuk membunuh”. Dia juga menambahkan bahwa jika ditanya kenapa melakukan pengeboman di Indonesia, jawabannya “…ya karena kita tidak mengakui NKRI, karena yang kami inginkan NKRI menjadi Negara Islam Indonesia, kembali lagi ke NII”.

Ali Imron juga menjelaskan beberapa kejadian pengeboman yang pernah dilakukannya sepanjang tahun 2000 – 2002. Ada 4 kejadian pengeboman yang menjadi highlight sang eks-dewa terror ini. Mulai dari pengeboman di Rumah Dubes Filipina, bom malam natal di tahun 2000 (termasuk di Mojokerto), bom atrium di Jakarta dan yang terakhir di Bali.

Ali Imron menjelaskan alasan pengeboman di Bali adalah untuk membalas pasca runtuhnya WTC, amerika menyerang Afganistan, orang sipil juga kena, dan mereka juga ada hubungannya dengan Afganistan, maka diseranglah Bali, karena disana banyak orang-orang asing (bule).

Kemudian dialog pun dilajutkan dengan penjelasan dari Brigjen Pol. Ibnu Suhendra yang diawali dengan gambaran informasi perkembangan dari terorisme dan radikalisme di Indonesia. Ibnu Suhendra menjelaskan bahwa intoleransi adalah embiro dari radikalisme. Menurutnya, tindakan radikalisme juga terjadi bukan hanya di umat Agama Islam, tapi juga agama-agama lain baik itu di Kristen, Hindu, Budha, dan agama-agama lainnya.

Ibnu Suhendra pun juga menjelaskan bahwa tindakan terorisme meningkat hingga pada tahun 2019, hal itu ditunjukkan oleh rangking Indonesia yang mendekati angka kecil dalam Global Terrorism Index (daftar negara dengan terdampak terorisme). Jika dilihat dari Global Terrorism Index 2019, saat ini Indonesia menempati ranking ke 35, sedangkan untuk urutan pertama ditempati oleh Afganistan.


Sumber: Global Terrorism Index 2019

Sumber: Global Terrorism Index 2019

Selanjutnya, diskusi dilanjutkan dengan pemaparan dari M. Najih Arromadloni yang sangat mencemaskan dan meresahkan kejadian intoleransi di Indonesia. Menurutnya kegiatan intoleransi ini membahayakan kehidupan keberagaman di Indonesia.

Najih mengatakan “intoleransi ini kalau kita menyadari bahayanya, sebetulnya menurut saya lebih berbahaya, bahkan lebih (berbahaya) dari terorisme karena apa? Karena negara kita ini memang didirikan diatas asa kebhinekaan, dan intoleransi itu menggrogoti sendi-sendi kehidupan bernegara kita, sendi-sendi kehidupan berbangsa kita”.

Najih juga menambahkan bahwa kelompok-kelompok intoleran dan radikal itu selalu melibatkan ayat dan melibatkan hadist dalam setiap gerakan mereka. Dia menjelaskan bahwa persoalan penggunaan ayat dan hadist ini bukan pada ayat dan hadist yang tidak perlu lagi diragukan validitas dan otoritasnya didalam beragama, tapi persoalannya ada di penafsiran dari ayat-ayat dan hadist ini yang subyektif untuk kalangan kelompok-kelompok intoleran ini.

Masih dari saudara Najih, dari hasil pengamatan beliau, intoleransi ini berasal dari sebuah pemikiran. Tindakan intoleransi ini berangkat dari beberapa tahapan yang dimulai dengan ideologi pembid’ahan, lalu pemusrikan, penyesatan, lalu takfirul hukkam atau mengkafirkan pemerintah, lalu menganggap semua orang kafir dan kembali kepada jaman Jahiliyah , setelah itu dilanjutkan dengan penyelewengan terminology hijrah dan wajibnya hijrah yang sebenarnya tidak ada yang salah dengan hijrah, tapi pemaknaan yang salah dari terminology hijrah ini. Tahapan selanjutnya adalah jihad, dimana kelompok-kelompok intoleran ini menganggap bahwa ada kewajiban untuk mendirikan Khilafah atau negara Islam untuk mengislamkan kembali umat yang sudah jahiliyah menurut mereka.

Setelah kurang lebih menonton selama setengah jam, diskusi ini semakin menarik dan membuat saya betah untuk menonton diskusi ini sampai habis. Dalam pertengahan diskusi ini, ada hal yang cukup menarik bagi saya ketika Ali Imron mantan dewa teroris ini mengatakan bahwa dalam proses deradikalisasi, maka dialah orang yang merasa paling bertanggung jawab untuk mengembalikan pemikiran yang radikal tersebut. Selama 17 tahun dipenjara, Ali Imron mengatakan bahwa dia selalu mengkapanyekan deradikalisasi, baik dimedia atau pada saat ada yang membesuknya di penjara.

Ali Imron juga mengatakan bahwa yang jadi ganjalan dalam proses deradikalisasi adalah adanya sikap nyeleneh dari beberapa tokoh yang menganggap proses deradikalisasi di Indonesia adalah rekayasa atau konspirasi, sehingga akhinya sulit untuk dipahamkan ke masyarakat. Menurutnya, deradikalisasi itu tidak cukup kalau hanya jadi tanggung jawabnya sebagai mantan teroris dan BNPT, tapi semua pihak harus terlibat.

Karena pembahasannya dalam video ini masih panjang jika dituliskan dalam satu artikel, jadi akan saya lanjutkan menjadi beberapa part ya. Tapi kalau ada yang mau lihat videonya langsung, bisa langsung cek disini.



O ya, untuk yang belum tau tentang siapa Ali Imron, saya beri sedikit penjelasan tentang siapa beliau. Ali Imron adalah pelaku pengeboman di Bali tahun 2002, beliau merupakan adik dari seorang Teroris juga yang bernama Amrozi yang akhirnya dihukum mati, sedangkan Ali Imron sendiri diganjar dengan penjara seumur hidup. Dalam video ini juga Ali Imron mengaku bahwa ketika ditangkap, dia memiliki barang bukti 2 ton bom, 7 pucuk senjata M16, ribuan peluru berbagai caliber dan 20 kg TNT. Saat ini Ali Imron sudah bertobat dan membantu BNPT untuk program deradikalisasi, bahkan pada tahun 2016, kepala BNPT menghadirkan Ali Imron dalam rapat panitia khusus (Pansus) terorisme untuk memberikan masukan terkait bagaimana cara mengantisipasi aksi terror.

___



Jangan lupa Like, Subscribe dan Share artikel ini kalau kalian suka ya.

(Halah kok malah koyok Youtuber wae c@k, iki lho cuma blog tok, rasah kakean polah, wkwkwkwk)

_____


RBS, March 2020

Comentarios


"Allah is He who created death and life to test you as to which of you is best in deed" - Qur'an, Al Mulk 67:2

06 Logo FIX RED 2.png

Yakinlah Sambatmu kelak akan mengubah dunia

@2023 Bennysukmara.com

bottom of page