Menanti Transformasi Transportasi di Kabupaten Paser
- R. B. Sukmara (Author)
- 21 Okt 2017
- 3 menit membaca
Diperbarui: 9 Mar 2020

Bicara soal prasarana transportasi, terminal harusnya menjadi tempat yang nyaman dan aman bagi calon penumpang sebelum menaiki moda transportasi darat.
Terminal juga sebagai muka atau gerbang bagi para pendatang yang masuk ke wilayah suatu kabupaten/kota. Kondisi terminal yang semrawut bisa menimbulkan perspektif buruk dari sebuah kabupaten/kota sehingga perlu adanya suatu transformasi untuk mengubah perfektif tadi menjadi baik.
Pada kesempatan kali ini, saya akan menyoroti terminal di Kilometer 7 di Tanah Grogot. Kondisi terminal terkesan seadanya. Dari segi fisik, terminal bercat ungu ini hanya terdiri bangunan semipermanen yang digunakan sebagai kantor terminal dan kios pedagang. Fasilitasnya juga apa adanya, seperti ruang tunggu beralaskan tanah dan berdebu, toilet yang gelap, bahkan setan pun takut masuk.
Jalur kendaraan tidak jelas, mana pintu keluar dan pintu masuk, lahan parkir pun sangat terkesan semrawut. Belum lagi jika hujan turun, kondisi terminal menjadi becek dan berlumpur, menambah kesan suram semakin menjadi-jadi. Saya sebagai salah satu warga Paser, kadang merasa malu dan prihatin melihat kondisi terminal yang terkesan seadanya seperti itu. Terlebih, dahulu lokasi ini salah satu ikon khas Paser, yaitu area Tugu Mandau.
Masalah fasilitas terminal, sebenarnya pemerintah sudah membangun terminal cukup layak dan relevan dengan standar yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 132 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Terminal Penumpang Angkutan Jalan. Namun, sejak beberapa tahun lalu, terminal ini hanya menjadi legenda bagi kalangan generasi milenial di Kota Tanah Grogot.
Ini karena terminal tersebut sudah tidak diperasikan lagi. Operasionalnya dipindahkan ke terminal dadakan Kilometer 7. Terminal dimaksud adalah Terminal Tepian Batang yang berlokasi di Kilometer 4 Tanah Grogot. Sejak tidak dioperasikan lagi, terminal ini hanya menjadi wahana bermain anak jin pada malam hari. Sore hari, biasanya menjadi sirkuit dadakan yang menjadi arena berlatih pebalap-pebalap lokal.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, alasan pemindahan karena trayek kurang mengakomodasi penumpang yang menuju RSUD Panglima Sebaya dan sering terjadi kericuhan antarsopir akibat fenomena taksi lari yang tidak masuk ke terminal dan mengambil penumpang di luar terminal.
Jika ditilik, alasan di atas tidak cukup kuat untuk sampai mengambil kebijakan relokasi operasional terminal, terlebih dengan fasilitas yang apa adanya. Sebenarnya, untuk masalah trayek masih bisa dilakukan rekayasa dengan sedikit perubahan jalur trayek yang sudah ada, sehingga bisa mengakomodasi kebutuhan penumpang. Jadi, serta-merta mengambil kebijakan dengan memindahkan terminalnya.
Sedangkan kasus taksi lari, ini memang hal yang sulit dielakkan, dibutuhkan komitmen kuat dari berbagai stakeholder untuk menangani hal tersebut. Stakeholder dimaksud adalah pemerintah, masyarakat (pengguna jasa), dan penyedia jasa angkutan. Pemerintah melalui Dinas Perhubungan (Dishub) Paser sebagai regulator berperan untuk menyusun aturan main dalam konteks penertiban jalur trayek dan pengambilan penumpang. Memastikan aturan berjalan baik, Dishub dapat bekerja sama dengan kepolisian untuk menindak oknum sopir yang mencoba melanggar aturan main sehingga dapat terjaga kondusivitas di lingkungan terminal.
Selain dari sisi pemerintah, komitmen dari pengguna jasa (calon penumpang) memiliki andil besar untuk mengatasi masalah ini. Membiasakan diri untuk tertib menggunakan fasilitas terminal tentu akan secara simultan mereduksi adanya fenomena taksi lari. Karena fenomena ini mengacu pada konsep Supply and Demand, jika ada penumpang (demand) yang mencari celah taksi lari, otomatis sopirnya (supply) pun akan menangkap peluang itu, begitu pun sebaliknya.
Dengan komitmen bersama yang kuat antar-stakeholder, saya rasa bukan hal sulit untuk meningkatkan pelayanan transportasi di Paser. Terminal akan menjadi hidup, transportasi menjadi lebih tertib dan roda perekonomian di lingkungan terminal pun akan menjadi lebih baik.
Pembenahan infrastruktur merupakan langkah awal yang baik. Dengan adanya rencana Dishub untuk kembali mengaktifkan Terminal Tepian Batang, diharapkan disambut baik bagi para stakeholder dan menjadi titik balik peningkatan pelayanan transportasi di Paser. Dan, ini harusnya juga didukung dengan adanya peningkatan sarana transportasinya jika terminalnya sudah baik, kendaraan harusnya perlu ditingkatkan kualitas pelayanannya.
Artikel ini dimuat di Harian Kaltimpost, 21 Oktober 2017.

RBS
21 Oktober 2017
Comments