Menilik Kebijakan Lockdown dan Apa Dampaknya Jika Diterapkan
- R. B. Sukmara (Author)
- 24 Mar 2020
- 6 menit membaca
Diperbarui: 6 Sep 2023

Kata Lockdown tiba-tiba mencul kepermukaan saat jumlah pasien Covid-19 Indonesia mendadak naik berkali-kali lipat setelah pasien pertama di publikasikan. Jumlah pasien yang terus melonjak akhirnya membuat sebagian Homo Sapiens +62 berteriak di media sosial dan memaksa pemerintah untuk melakukan Lockdown.
Karena kata lockdown itu begitu cepat viral, saya pun menjadi penasaran terkait hal ini. Bagaimana kebijakan lockdown di negara eks Hindia Belanda ini dan kira-kira apa dampaknya untuk negara ini?.
Dengan keterbatasan saya terkait ilmu public policy (kebijakan public), maka disini saya akan coba untuk mengorek-ngorek sedikit informasi dan mencoba untuk menjelaskannya secara umum terkait kebijakan lockdown ini dan apa saja dampaknya.
Oke, kita mulai dulu dengan pembahasan apa itu Lockdown. Dilansir laman ensiklopedia umum, Wikipedia, Lockdown adalah sebuah protocol darurat yang biasanya dilakukan untuk mencegah orang atau informasi untuk meninggalkan suatu area. Protokol ini hanya dapat dilakukan oleh pihak yang memiliki otoritas. Oleh sebab itu protocol ini tidak boleh dilakukan sembarang orang atau pihak.
Lockdown sendiri secara umum ada dua jenis, yaitu partial lockdown (pembatasan sebagian) dan total lockdown (pembatasan total). Untuk partial lockdown atau pembatasan sebagian biasanya dilakukan dengan hanya membatasi sebagian kegiatan, misal hanya masuk saja atau keluar saja atau pada area tertentu saja. Sedangkan untuk total lockdown adalah pembatasan total terhadap semua kegiatan yang ada pada suatu area, dimana orang tidak boleh masuk atau keluar dari area tertentu. Ini adalah level tertinggi dari sebuah protocol lockdown.
Dilansir dari laman India Times, lockdown adalah sebuah emergency protocol untuk mencegah orang untuk meninggalkan sebuah area. Full Lockdown diartikan sebagai anda harus tetap berada dimanapun anda dan tidak diijinkan untuk keluar atau masuk dari suatu bangunan atau area tertentu. Skenario ini biasanya tetap memberikan akses untuk kebutuhan pokok, toko kelontong, apotik, dan bank untuk tetap diijinkan beroperasi melayani masyarakat.
Lalu bagaimana dengan kebijakan lockdown di negara Eks Hindia Belanda?
Kebijakan lockdown dinegara Eks Hindia Belanda sebenarnya sudah termaktub dalam undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarangtinaan Kesehatan namun tidak ada terminology lockdown secara khusus. Undang-undang ini disebutkan dengan istilah lockdown, tapi dengan istilah karangtina.
Dalam undang-undang ini terminologi karangtina diartikan sebagai pembatasan kegiatan dan/atau pemisahan seseorang yang terpapar penyakit menular sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan meskipun belum menunjukkan gelaja apapun atau sedang berada dalam masa inkubasi, dan/atau pemisahan peti kemas, alat angkut, atau barang apapun yang diduga terkontaminasi dari orang dan/atau barang yang mengandung penyebab penyakit atau sumber bahan kontaminasi lain untuk mencegah kemungkinan penyebaran ke orang dan/atau barang di sekitarnya.
Dalam undang-undang ini pula, karangtina dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu karangtina rumah (home quarantine), karangtina rumah sakit (hospital quarantine) dan karangtina wilayah (regional quarantine). Kegiatan karangtina dimaksudkan sebagai sebuah tindakan mitigasi faktor resiko diwilayah pada situasi kedaruratan kesehatan masyarakat.
Kebijakan karangtina sendiri harus didasarkan pada beberapa aspek seperti pada pertimbangan epidemologis, besarnya ancaman, efektifitas, dukungan sumber daya, teknis oprasional, pertimbangan ekonomi, sosial, budaya dan keamanan. Karangtina wilayah dan pembatasan sosial berskala besar hanya bisa ditetapkan oleh pemerintah pusat, dalam hal ini adalah Menteri Kesehatan. Jadi paham kan, bahwa pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan untuk melakukan lockdown.
Berdasarkan pada paparan undang-undang tentang karangtina diatas, sebenarnya pemerintah sudah melakukan ālockdownā namun tidak secara menyeluruh dan eksplisit. Menurut saya pribadi, saat ini Pemerintah sangat berusaha untuk menghindari penggunaan terminology lockdown karena dimasyarakat awam terminology ini sudah bergeser makna kearah konotasi negative dan sangat erat kaitannya dengan kesiapan masyarakat dalam menerima informasi tersebut. Tingkat kesiapan masyarakat +62 dalam menerima terminology lockdown belum cukup baik (khususnya untuk masyarakat awam), maka penggunaan terminology ini dapat memicu kepanikan warga dan bisa berakibat cukup fatal pada negara, khususnya pada sector sosial dan ekonomi.
Lalu bagaimana dengan lockdown parsial yang saya maksud? Sebenarnya, lockdown parsial itu sudah ditunjukkan dan mulai diterapkan oleh Pemerintah, dibuktikan dengan adanya peraturan tentang bekerja, belajar dan beribadah dirumah, sosial distancing dan pembatansan Warga Negara Asing (WNA) untuk masuk ke Indonesia. Kegiatan-kegiatan ini merupakan bagian dari bentuk lockdown, namun secara parsial seperti yang saya katakan sebelumnya.
Lalu, bagaimana dampak yang akan terjadi bila lockdown total diterapkan?
Dari banyak artikel yang saya baca, memang kebijakan lockdown menunjukkan hasil yang positif dalam menurunkan angka kasus Covid-19 di beberapa negara. China, adalah negara yang pertama kali melakukan lockdown dan memang cukup efektif untuk menurunkan penambahan kasus Covid-19 baru. Hal ini pun di ikuti oleh negara lainnya seperti Italia, Spanyol, Perancis, Irlandia, El Savador, Belgia, Polandia, Argentina, Yordania, Belanda, Denmark, Filipina dan yang terakhir tetangga kita, Malaysia.
Lalu kenapa negara +62 tidak melakukannya? Menurut pandangan saya, jawabannya adalah karena kebijakan ini memiliki dampak yang sangat besar tertutama pada sector sosial, ekonomi dan keamanan. Untuk menjamin penerapan lockdown itu efektif, maka ada banyak hal yang harus dipersiapkan salah satunya adalah faktor kemanan. Salah satu faktor yang menjadi penting karena negara harus menyiapkan apparat dalam jumlah besar untuk memastikan seluruh orang tidak āberkeliaranā diluar rumah dan ini cukup berat karena tingkat ākebebalanā dan ignorance warga kita yang masih besar.
Saya coba untuk bahas sedikit. Dari sisi sosial, jika lockdown diberlakukan maka yang akan timbul adalah kepanikan masyarakat. Hal ini karena kesiapan menerima informasi masyarakat yang belum 100% baik. Banyak masyarakat yang belum āngehā dengan baik apa itu lockdown, sehingga akhirnya mereka cenderung untuk menginterpretasinya sendiri. Kepanikan disini dapat berupa panic buying yang sudah mulai terjadi dimasyarakat akhir-akhir ini. Masyarakat ketakutan dengan adanya lockdown berusaha untuk memborong bahan-bahan pokok khususnya makanan. Untuk yang kalangan finansial mapan sih tidak masalah, tapi bagaimana dengan kalangan #sobatUMR, apa mereka juga bisa melakukan hal yang sama atau apakan mereka mampu untuk menyetok bahan makanan selama pemberlakukan lockdown? jawabannya ya belum tentu dan paling banter mereka akan menyetok makanan sejuta umat, yaitu mie instant.

Lalu untuk sector ekonomi. Perlu diingat bahwa gap dari kasta finalsial warga negara kita cukup besar. Pemberlakuan lockdown jelas akan menghasilkan dampak yang berbeda dari tiap kasta finansial itu. Untuk kasta finansial stabil maka penerapan lockdown tidak terlalu masalah, mereka masih tetap bisa mendapat penghasilan dengan bekerja dirumah atau istilah kerennya work from home. Tapi bagaimana dengan kasta #sobatUMR yang penghasilannya diperoleh secara harian dan sangat tidak mungkin untuk melakukan work from home. Kasta #sobatUMR yang saya maksud adalah kalangan buruh pabrik, pejual gorengan, pedagang kecil, dan pengemudi ojek online, pemulung dsb. Bagaimana mereka bisa bertahan untuk menghidupi keluarganya jika mereka tidak bekerja? Mereka makan apa? Mereka terpaksa melawan resiko untuk sekedar mengisi perut.
Masih dari urusan ekonomi, menurut kepala Departemen Ekonomi Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri yang dilansir dari lama Tirto.id menyatakan bahwa tindakan lockdown dapat membawa dampak yang sangat besar bagi ekonomi Indonesia.
Kebijakan lockdown yang disertai dengan penghentian aktivitas kebanyakan pekerja akan meyebabkan roda ekonomi Indonesia akan lumpuh, terutama untuk wilayah Jakarta. Hal ini karena Jakarta menentukan lebih dari 60 persen perekonomian nasional.
Persiapan awal jika akan menerapkan kebijakan lockdown harus sudah sangat matang, karena kebijakan lockdown dapat memicu permasalahan lain yaitu kesiapan akan ketersediaan pangan dan bahan pokok lainnya. Selain karena adanya fenomena panic buying dari masyarakat, ketersediaan bahan pangan akan menjadi masalah didaerah-daerah, ambil contoh Kalimantan atau pulau lainnya. Hal ini karena suplai bahan pokok ini mayoritas berasal dari pulau Jawa. Jika lockdown diterapkan total, maka jelas rantai suplai ini akan terganggu dan juga bisa sangat mungkin akan terjadi kelangkaan dan kenaikan harga yang tidak karuan. Belum lagi ditambah dengan nilai tukar rupiah terhadap dollar yang terus merangkak naik dan sudah pernah menembus angka diatas 16 ribu rupiah per satu dollar AS. Waduhā¦. tampah puyeng ini. Virus ga berenti, ekonomi hancur dan masyarakat panic ga karuan.

Nah, oleh karena dampaknya yang begitu besar, jadi buat kalian yang sebenernya ga paham-paham banget tentang apa itu lockdown, jangan deh ikut-ikutan teriak lockdown di medsos. Konsekuensinya besar dan banyak hal yang harus dipertimbangkan bro. Kita harus bijak dalam menyikapi hal ini.
Menurut saya, tindakan pemerintah untuk tidak memberlakukan lockdown total sudah tepat. Toh sebenarnya pemerintah juga sudah menerapkan secara parsial seperti yang saya jelaskan diatas.
Jadi untuk kita masyarakat awam, sebaiknya ikuti anjuran pemerintah, khususnya bagi yang memiliki privilege untuk work from home. Selain itu, kita dapat memaksimalkan upaya social distancing. Jangan pernah bebal dan ignorance pada anjuran ini. Dengan melakukan kedua hal tersebut, setidaknya kalian sudah cukup membantu untuk mengurangi tingkat aktivitas masyarakat diluar dan itu hal itu cukup membantu untuk mengurangi penyebaran virus ngehe ini.
Bagi saudara saya yang berada di kasta #sobatUMR, semoga kalian tetap diberikan kesehatan dan tetap bisa menafkahi keluarga kalian.
āAnda dari kalangan kasta finansial stabil juga harus bijak. Kebijakan work from home hanya efektif untuk kalian yang bekerja sebagai PNS atau karyawan kantoran, tapi itu akan "membunuh" saudara kalian yang masuk dalam kasta #sobatUMRā
Mari kita berjuang dan berkontribusi untuk melawan penyebaran virus ini dengan cara kita masing-masing namun tetap harus bijak.
Oke, sekian dulu catatan saya kali ini, kurang lebihnya saya mohon maaf. Kalau ada yang kurang benar, bisa kabari saya melalui kontak yang tertera di website ini ya.
Salam #sobatsambat
____
Untuk para #SobatMedis yang berjuang melawan Covid-19, terima kasih.
____
Jangan lupa Like, Subscribe dan Share artikel ini kalau kalian suka ya.
(Halah kok malah koyok Youtuber wae c@k, iki lho cuma blog tok, rasah kakean polah, wkwkwkwk)
____
RBS, March 2020
Comments