top of page

Menjadi Dosen Baru di Kampus Baru Pula

  • Gambar penulis: R. B. Sukmara (Author)
    R. B. Sukmara (Author)
  • 9 Mar 2020
  • 6 menit membaca

Diperbarui: 12 Jan 2023


Bicara tentang profesi dosen memang cukup menarik, karena sebenarnya profesi ini bukan cuma urusan “ngajar doang”, tapi lebih banyak lagi, terutama jika kalian menjadi dosen disebuah kampus yang baru berdiri kemaren sore. Pasti akan bnyak hal yang harus kalian kerjakan disana. Nah, tulisan saya kali ini akan membahas sedikit tentang pengalaman dan cerita saya dan beberapa kawan saya yang berprofesi sebagai seorang dosen muda (Dosmud) dikampus yang bener-bener masih bayi.

Kondisi kampus yang masih bau kencur membuat proses pengelolaan kampus menjadi challenging. Kondisi kampus yang belum establish ini memiliki sebuah tantangan yang paling utama, yaitu dia masih mencari bentuknya. Proses pencarian bentuk ini, akhirnya mau tidak mau harus melibatkan elemen yang ada didalamnya, salah satunya dosen itu sendiri.


Keberadaan dosen menjadi bagian yang sentral dalam proses pencarian bentuk dari sebuah kampus yang mana core dari business ini adalah masalah pendidikan. Nah, tantangannya semakin kompleks ketika kampus yang masih unyu-unyu ini didominasi oleh orang-orang yang benar-benar baru didunia pendidikan dan dunia per-dosenan. Yang lebih menantang lagi, jika para dosen-dosen baru ini masih berusia muda semua atau Bahasa kerennya disebut Millenials.


Okay, kalau begitu langsung saja kita bahas apa saja yang menjadi tantangan para dosen-dosen millennials ini.


>> Harus Serba Bisa


Menjadi dosen baru tentu bukan hal yang mudah, namun jika kita menjadi dosen baru di kampus yang sudah establish tentu kesulitan tersebut akan sedikit terbantu karena sudah ada aturan main yang baku disana. Nah, lain cerita kalau kita menjadi dosen di sebuah kampus yang baru lahir. Dosen disana sudah pasti akan ikut terjun langsung dalam proses penyusunan sistem pengelolaan kampus tersebut. Disini dosen-dosen baru yang umumnya masih minim pengalaman dituntut harus bisa jadi dosen yang multi talented (cie ileh). Keterbatasan jumlah pegawai, khususnya dibidang administasi kampus, memaksa para Dosmud ini pun akhirnya harus ikutan terjun mengurusi hal tersebut.

Berdasarkan pengalaman pribadi ketika itu, kami para Dosmud ini harus bisa untuk membantu disegala lini. Misal bidang administrasi, bidang pembangunan bahkan hingga bidang OB pun dijuga disikat. hehe. Ya, gimana lagi, wong sumber dayanya terbatas, jadi ya harus palu gada. Pa lu mau gue ada.


>> Usia Mahasiswanya Yang Ga’ Beda Jauh


Tugas utama seorang dosen adalah melaksanakan pendidikan, salah satunya pengajaran. Nah, ini jadi tantangan tersendiri bagi para Dosmud karena umur mahasiswanya yang ga’ terpaut jauh dengan si dosennya sendiri. Dari pada dianggap sebagai dosennya, kayaknya lebih pantes disebut kakak tingkat atau seniornya saja sih. Disini tantangannya, karena umur yang ga’ terpaut jauh, para Dosmud ini terkadang di ceng-cengin sama mahasiswa atau malah “dikacangin” sama mahasiswanya. Kacang-kacang…


Kalu urusan dikacangin, kayanya bakal jadi pengalaman “ngenes” tersendiri, terutama para dosmud yang baru pertama kali berdiri didepan kelas. Udah nyiapin materi kuliah dengan susah payah, persiapan dah 100% lha, ternyata dikelas dikacangin. Kalau udah dikacangin gini, alamat nervous dan mati gaya tuh si Dosen. hahaha


Untuk mengatasi hal ini, kadang ada dosen yang berusaha untuk mengubah cara mengajarnya. Ada yang mengubah gaya mengajar dengan memposisikan diri layaknya kawan atau kakak tingkat saja, tapi ada pula yang akhirnya menjadi sangat jaim dan sok cook, agar terlihat berwibawa dan sok tua. jiaaa…


Kalau saya sendiri sih mending pake gaya yang santai saja, seperti seorang kakak kelas mereka. Dari pada pake gaya sok jaim dan sok galak, yang ada ntar malah makin dikacangi dan bakal di cap dosen killer seumur hidup, heu heu heu.


>> Masih Canggung Ketika Dipanggil "Pak"


Para dosmud ini kan baru saja keluar dari perguruan dan dalam masa melepas status mahasiswanya, jadi ketika dikampus dipanggil “Pak” rasanya kok gimana gitu. Dalam hati “gue ga setua itu bro!”. Tapi ya gimana lagi, karena cuma itu kayaknya panggilan yang cukup sopan untuk dilingkungan kampus.


>> Kikuk Saat Ada Mahasiswa yang Salim Cium Tangan


Nah, lain cerita lagi dengan urusan mahasiswa yang salim dengan cium Tanya. Wadow… seketika saya langsung teringat jama SD yang harus salim sama bu Guru. Terkadang saya secara pribadi masih merasa canggung untuk di-salimi seperti ini oleh mahasiswa. Apalgi kalau itu di luar kampus, misal ketemu mahasiswa di Mall atau di tempat tongkrongan. Lalu orang-orang sekitar langsung menatap kita dengan tatapan dedi conbuzier. Tapi ya mau bagaimana lagi, karena status sebagai “dosen”, ya kita tidak bisa menghindari hal seperti ini. Toh, anggap saja itu bentuk penghargaan atau tata karma mahasiswa ke gurunya.


>> Sering dikira Mahasiswa Oleh Satpam Kampus dan Ortu Mahasiswa


Karena usia para dosmud ini terbilang masih muda dan face yang masih imut-imut (uweek), maka kejadian sering dikira mahasiswa pun sudah jadi makanan sehari hari. Para Satpam atau karyawan lain sering mengira kala para dosmud ini mahasiswa hingga kadang terjadi akward moment ketika satpan ini akhirnya tau kalau yang dikira mahasiswa adalah dosen. ha ha ha


Belum lagi kalau harus bertemu dengan orang tua. Pasti para orang tua pun mengira kalau dosmud ini teman kuliah si anaknya. heu heu heu. Dalam hati orang tua mahasiswa “serius nih, kaya gini dosen anak gue?”, hmmm tidak meyakinkan”. Tapi yaw ajar sih, karena secara umum mungkin orang tua awam pasti memiliki mindset bahwa dosen adalah orang yang cukup berumur, ga apa-apa. Enjoy aja.


>> Sulit Mencari Role Model


Menjadi Dosmud dikampus bau kencur, ada tantangan yang sangat khas, yaitu sulitnya mencari role model. Hal ini karena hampir semua dosennya memiliki umur yang kurang lebih sama. Tidak ada yang terpaut terlalu jauh. Meskipun ada juga kampus baru usia dosen barunya sudah cukup senior, namun kan itungannya sama-sama masih muda untuk masalah experience menjadi dosen, jadi ya.. akan 11-12 kondisinya.


Untuk pengalaman saya, karena semua kolega dikantor memiliki usia yang hampir sama, maka kemungkinan besar ada beberapa pribadi yang yang akan menjadi role model para Dosmud ini. Yang paling umum adalah menjadikan pimpinan kampus sebagai role model, karena biasanya untuk level pimpinan pasti yang mengisi adalah dosen-dosen seior. Yang kedua, pilihan role model kemungkinan berasal dari dosen pembimbing atau salah satu dosen di tempat para Dosmud ini bersekolah sebelumnya. Yang ketiga ya random aja, bisa cari role model sendiri atau malah tanpa role mode sekalian. Jadi Bahasa ilmiahnya “learning by doing” aja.


>> Terpaksa Harus Dikarbit Untuk Jabatan Penting Yang Kosong


Untuk kasus pada kampus-kampus baru, maka ada hal yang mau tidak mau harus terjadi, yaitu pengisian jabatan stuktural yang kosong. Pengisian jabatan yang kosong ini mutlak harus dilakukan, karena sangat tidak mungkin jika itu dibiarkan kosong.


Nah, karena adanya jabatan yang hukumnya wajib untuk diisi, maka para dosen yang mayoritas Dosmud ini lah yang kahirnya harus mengisi. Dengan pengalaman yang masih minim didunia perguruan tinggi, mereka pun akhirnya harus dikarbit untuk bisa menjalankan posisi jabatan tersebut. Mereka para dosmud minim pengalaman ini dipaksa untuk jadi pejabat senior tiban. Berbagai cara dilakukan, mulai dari pengarahan, pelatihan, workshop dan sebagainya untuk meningkatkan skill manajerial mereka dalam menjalankan jabatan tersebut. Dari berbagai cara peningkatan skill manajerial yang disebutkan sebelumnya, sepertinya ad acara lain yang umum digunakan, yaitu metode Trial and Error. heu heu heu.


Karena experience yang minim, maka pembelajaran yang paling sering ditemukan pada para dosmud dikampus baru adalah pembelajran trial and error. Siklusnya kurang lebih seperti ini: mencoba, lihat responnya, evaluasi, ganti atau pertahankan. Begitu terus sampai ditemukan formula yang pas.


>> Semangat dan Ego yang Masih Full Charge


Kalau ditanya masalah semangat, jelas para Dosmud ini akan menjawab dengan full boost. Jangan diragukan semangat para dosmud ini untuk mengajar. Mereka memiliki energy yang luar biasa. Semua kegiatan dikampus bisa disikat semua. Pengajaran & pendidikan, penelitian, pengabdian masyarakat bahkan kegiatan lain diluar tri dharma perguruan tinggi pun semua dibungkus.


Meskipun para dosmud ini punya semangat dan energy yang masi full charge, tapi ada sisi lainnya yang juga perlu dikontrol, yaitu kemunculan Ego masing-masing. Sudah jadi rahasia umum bahwa anak muda yang berapi-api, pasti juga akan diiringi dengan ego yang cukup besar. Nah, kalau ego-ego ini tidak terkontrol, maka sinergitas dalam mengelola kampus yang masih baru akan sulit untuk tercapai. Disini para Dosmud perlu untuk belajar apa yang namanya “wise”. Belajar untuk lebih bijak, tidak grasa-grusu dan tidak egois menjadi sangat penting. Terutama untuk kebaikan kampus itu sendiri.


>> Kerjaan Banyak Gitu, Tapi Cuan Cuma Segitunya


Menjadi dosen tentu tidak hanya urusan ngajar doang. Tapi ada banyak hal yang harus dikerjakan, terlebih kalau kampusmu mengajar adalah kampus baru yang pembagian pekerjaannya kadang tidak merata atau malah overload. Sebetulnya bekerja dikampus baru itu kurang lebih seperti bekerja disebuah perusahaan start-up dimana kita dituntu banyak hal untuk mempertahankan jalannya perusahana dengan pendapatan yang masih minim. Menjadi dosmud, apalagi di kampus anyaran, masalah cuan akan menjadi hal yang sensitive.


Dosen adalah profesi yang unik,disatu sisi profesi ini memiliki kasta sosial kita tinggi, tapi disi lain, kasta finansial terkadang ada juga tak lebih baik dari para #sobaUMR. Meskipun ada juga kampus-kampus anyaran yang memberikan cuan jauh diatas cuan bulanan para #sobatUMR, terutama kampus-kampus baru yang berada dibawah naungan BUMN. jiaaaa


Nah, karena masalah per-cuan-an yang segitunya itu, maka frekwensi turnover dosen dikampus-kampus baru pun jadi masalah tersendiri. Tak sedikit dari para Dosmud ini yang akhirnya harus realistis bahwa kebutuhan perut, susu dan popok bayi tetap menjadi yang utama. Dan akhirnya beberapa dari dosmud-dosmud ini beralih kampus atau malah banting stir ke dunia professional.


Masalah per-cuan-an yang cuma segitunya, ya tidak bisa dibantahkan. Tapi untuk hal ini, ya kita harus kembali lagi bertanya kepada diri kita sendiri bahwa apa tujuan utama untuk menjadi seorang dengan profesi dosen?


Saya selalu dapat pesan dari guru-guru perdosenan saya. Mereka selalu berkata "kalau mau jadi raja cuan ya jangan jadi seorang dosen, mending kedunia praktisi saja". Jelas dunia praktisi tentu akan menjanjikan cuan yang lebih besar ketimbang ndosen.

Segitu dulu cerita tentang dosmud-dosmud dikampus baru, lain kali akan dilanjutkan lagi.


Disclaimer: Tulisan ini adalah sebuah opini pengalaman pribadi dan informasi dari kawan-kawan yang berasal dari kampus-kampus baru di Indonesia. Seluruh kejadian dan cerita dalam tulisan ini tidak bisa serta merta digeneralisir bahwa kondisi perdosenan diseluruh kampus baru akan seperti yang ada dalam tulisan ini.



Jangan lupa Like, Subscribe dan Share artikel ini kalau kalian suka ya.

(Halah kok malah koyok Youtuber wae c@k, iki lho cuma blog tok, rasah kakean polah, wkwkwkwk)

_____


RBS, March 2020

Comments


"Allah is He who created death and life to test you as to which of you is best in deed" - Qur'an, Al Mulk 67:2

06 Logo FIX RED 2.png

Yakinlah Sambatmu kelak akan mengubah dunia

@2023 Bennysukmara.com

bottom of page