Menjadi Mahasiswa Muslim di Taiwan
- R. B. Sukmara (Author)
- 24 Mar 2018
- 6 menit membaca
Diperbarui: 12 Jan 2023

Menjadi bagian dari minoritas, membuat penduduk beragama Islam di Taiwan memiliki tantangan tersendiri untuk hidup disana. Mulai dari hal yang sepele seperti makan sampai pada kegiatan untuk menjalankan ibadah, seperti sholat. Hal ini karena jumlah penduduk muslim di negara ini hanya sekitar 0,3% (60.000 orang dan 90% nya adalah suku Hui). Selain itu terdapat 180.000 pekerja muslim asing yang berasal dari Indonesia, Philipine, India, Thailand dan Malaysia. Pada kesempatan ini, penulis mencoba untuk berbagi pengalaman menjalani kehidupan sebagai mahasiswa muslim di Taiwan.
Makanan
Tepat dua hari setelah Idul Adha 2017, penulis memulai kehidupan sebagai bagian minoritas di negara yang terkenal dengan nama lain Formosa ini. Rasa sangat berbeda begitu terasa sesaat setelah tiba di Bandara Internasional Taoyuan. Banyak tempat-tempat makan yang dengan terbuka menjajakan menu olahan babi, dimana secara umum sangat jarang terjadi di Indonesia (kecuali didaerah-daerah tertentu).
Mencari makanan halal disini cukup gampang-gampang sulit. Kita harus sedikit berhati-hati dalam memilih tempat makan, seperti dialami penulis saat pertama kali mencari makan disekitaran kampus.
Berdasarkan informasi, hanya ada beberapa tempat yang dapat kita singgahi. Itupun belum tentu 100% terjamin halal. Untuk solusi paling aman adalah datang ke restoran Vegetarian, karena yang dijual semua adalah makanan non-hewani jadi resiko terkontaminasi dengan hal yang berbau babi dan alkohol bisa diminimalisir.Ā Sekedar informasi bahwa di Taiwan, anjing tidak menjadi obyek konsumsi masyarakat.
Selain restoran vegetarian, ada juga restoran yang menyajikan makanan halal, meskipun cukup sulit menemukannya. Misalnya, restoran-restoran India, Thailand dan juga Restoran Indonesia yang cukup lumayan untuk solusi mengobati rasa kangen akan cita rasa makanan khas Indonesia, meskipun harganya relatif lebih mahal. Untuk camilan atau makanan ringan ini juga menjadi sedikit tantangan, namun kita bisa memilih makanan ringan import yang terdapat label halal dari negara asalnya atau berlabel halal dari organisasi muslim yang ada di Taiwan.
Terdapat beberapa organisasi muslim yang mengeluarkan label halal, diantaranya Taiwan Halal Integrity Development Association, Taipei Cultural Mosque, The Juridical Body of The Chinese Muslim Association (Taichung Mosque).
Organisasi tersebut sangat membantu para pemeluk islam untuk mengidentifikasi kehalalan makanan yang beredar di Taiwan. Selain itu, banyak organisasi-organisasi islam lain yang sering mengadakan kegiatan atau event yang lumayan besar untuk menyebarluaskan infomasi apa itu makanan halal dan apa itu Islam.
Sebagai pengalaman, untuk mengatasi masalah sulitnya mencari makanan halal, biasanya mahasiswa muslim memilih untuk memasak makanan sendiri di asrama atau jika terpaksa atau saat bepergian, teman-teman lebih cenderung memilih makanan vegetarian atau jika sangat terpaksa lagi ada beberapa mahasiswa yang tetap memakan ayam atau daging dengan mengucapkan āBasmalahā, karena meskipun tidak termasuk hewan haram dikonsumsi, namun kita tidak tahu proses dari penyembelihan hewan tersebut.Wallahualam.
Sholat Tempat Ibadah
Lanjut ke tantangan berikutnya yaitu masalah utama yang menjadi pilar utama agama kita, yaitu Sholat. Mencari tempat ibadah bisa dibilang relative sulit, secara umum hanya terdapat 7 masjid di Taiwan, diantaranya :
- Masjid At-Taqwa (Dayuan District) ā Taiwan Moeslem Association
- Taipei Grand Mosque (Taipei City) ā Chinese Moeslem Association
- Taipei Cultural Mosque (Taipei) ā Majelis Taālim Yasin Taipei
- Longgang Mosque (Zhongli District) ā Forum Silahturahmi Muslim Indonesia Taiwan
- Taicung Mosque (Taichung) ā Ikatan Muslim Indonesia Taiwan
- Tainan Mosque (Tainan) ā Forum Kerukunan Keluarga Besar Warga Indonesia Taiwan
- Kaoshiung Mosque (Kaoshiung) ā Ikatan Warga Muslim Indonesia Taiwan
Selain masjid-masjid atas, ada juga tempat-tempat ibadah muslim (prayer room) yang bisa ditemui diberbagai tempat, namun dengan kapasitas yang lebih kecil. Salah satunya di kampus tempat saya berkuliah, Central Mosque of National Central University. Dengan kapasitas maximum kurang lebih 50 orang, tempat ini cukup untuk mengakomodir kegiatan sholat jumāat setiap minggunya. Untuk list lengkap di website ini .
Karena lokasi masjid dan prayer room yang tidak tersebar merata, maka berdasarkan pengalaman, mahasiswa beberapa muslim membawa sajadah dan perlengkapan sholat saat bepergian di Taiwan. Tak jarang, mereka melaksanakan sholat di tempat umum, seperti distasiun, mall atau tempat rekreasi.
Karena tidak semua warga Taiwan familiar dengan muslim dan ritualnya, maka terkadang mereka terlihat bingung saat melihat kami beribadah ditempat umum. Penulis dan beberapa orang teman muslim lainnya juga pernah melaksanakan solat di stasiun MRT dengan orang yang berlalu-lalang didepan kita sholah sambal terlihat bingung.

Selain itu kami juga pernah mengalami kejadian yang cukup tidak mengenakkan saat akan melakukan sholat di musholla Taipei Main Station. Kejadian tersebut terjadi saat kami melakukan wudlu. Karena pada waktu itu kebetulan tempat wudlu tidak dibuka, kami pun berwudlu di toilet. Kami terpaksa menggunakan wastafel untuk berwudlu, dan sebagian dari kami menaikkan kaki ke atas wastafel. Karena hal itu terlihat tidak biasa, kamipun mendapat āsemprotanā dari pekerja yang bertugas membersihkan toilet. Karena beliau berbicara dengan Bahasa mandarin, kamipun kurang begitu mengerti apa yang disampaikan, namun kami coba menerka apa yang disampaikan, mungkin beliau mengingatkan untuk tidak berwudlu di wastafel.
Selain masalah tempat, waktu sholat pun menjadi sedikit kendala. Karena Taiwan memiliki 4 musim, maka jadwal sholat pun berubah-ubah meskipun tak se-ekstrim di negara-negara barat. Sebagai contoh, saat musim dingin waktu siang menjadi lebih pendek, sehingga waktu adzan magrib adalah pukul 5 sore, sedangkan saat mulai memasuki musim semi dan panas mundur menjadi pukul 6 sampai 6.30 sore. Disamping itu, untuk mengetahui waktu solat kebanyakan mahasiswa menggunakan aplikasi MuslimPro dimasing-masing smartphone mereka, hal ini karena sangat jarang bahkan langka kita dapat mendengar kumandang adzan di Taiwan.
Pengalaman lain berkenaan dengan masalah solat adalah terkadang jadwal kuliah yang belum selesai saat waktu sholat tiba, sehingga terkadang perlu untuk mencari selah disaat short break perkuliahan. Lain lagi halnya dengan sholat jumāat, kadang kita perlu menjelaskan kepada teman ataupun professor kita tentang sholat jumāat yang harus berjamaah. Perhan suatu ketika ada teman saya dari departmenen Remote Sensing yang izin untuk melaksanakan sholat jumāat, dan profesornya bertanya ākenapa kamu harus sholat di musholla pusat, digedung ini kan juga ada prayer room ? itu terlalu menghabiskan waktuā. Untungnya dengan penjelasan yang baik, profesornya dapat mengerti dan mengizinkan. Dan Alhamdulillah kasus itu tidak terjadi pada saya, karena rata-rata professor di department saya sudah sedikit paham dan memahami tentang ,uslim, sehingga tidak ada masalah untuk izin menunaikan sholat, bahkan mereka sangat toleran sekali.
Kehidupan Sosial
Untuk Taiwan,menggunakan hijab sudah bukan lagi hal begitu asing, karena cukup banyak BMI (Pekerja Migran Indonesia) yang mengenakan hijab. Sehingga tidak masalah jika mahasiswi muslim bertraveling ria menggunakan hijab. Bahkan seperti yang saya jelaskan sebelumnya diatas, adanya event-event bertajuk āHalal Festivalā menjadi wadah umat muslim mengenalkan dan berdakwah Islam kepada khalayak umum. Hal ini terbukti dengan cukup besarnya antusias masyarakat umum untuk menghadiri acara tersebut.
Selain masalah hijab, hal yang asik lainnya adalah toleransi mereka terhadap islam. Sebagai contoh, hampir sebagian besar kawan lab saya non-muslim (hanya saya dan kawan dari Pakistan yang muslim), kadang mereka mengajak untuk makan bersama disekitaran kampus. Dan mereka paham bahwa saya tidak dapat mengkonsumsi babi, jadi mereka yang menyesuaikan menu makanannya dengan yang bisa saya makan.
Hal unik lainnya adalah tentang agama. Bicara orang yang tidak memilih salah satu agama untuk dianut merupakan hal yang sangat sensitive. Terlebih kadang di Indonesia kita mendeskriditkan dan menyudutkan orang-orang yang tidak memiliki agama. Banyak yang berasumsi bahwa orang yang seperti itu adalah orang yang brutal dan kadang akan dijauhi. Kalau dulu saya hanya membayang-bayangkan saja bagaimana sih sebenarnya orang seperti itu, disini Allah SWT memberi saya pengalaman untuk bertemu dan berinteraksi dengan mereka. Berdasarkan data ada, Taiwan memiliki 18,7% penduduk yang tidak memilih salah satu agama sebagai panduan hidupnya.
Ada beberapa orang, professor yang menjadi salah satu dari mereka, bahkan yang luar biasanya lagi, saya berada satu kamar dengan orang seperti mereka, yang tak lain adalah room-mate saya di asrama, meskipun orangtuanya penganut agama Tao. Sungguh ini pengalaman yang luar biasa, dan kami pun hidup seperti biasa, kadang juga sharing tentang kenapa dia memilih untuk tidak beragama, dan saya juga coba sedikit menjelaskan tentang apa itu Islam (meskipun islam saya belum selevel anak pesantren, ustadz bahkan Kyai, hehe).
Pengalaman seru lainnya yang saya dapatkan selama kurang lebih 8 bulan tinggal disini adalah bisa bertemu teman sesama muslim dari berbagai negara seperti Mesir, Yaman, Pakistan, Turki, Maroko, Perancis, India, Bangladesh dan Gambia. Ada pemandangan unik saat solat dimusholla kampus, misalnya seperti cara melipat tangan yang berbeda-beda saat setelah takbir, ada duduk tasyahud yang berbeda-beda dari masing-masing orang. Namun hal ini tidak menjadi masalah bagi kami, selama Tuhan kita masih sama, Al Qurāan kita sama dan Rasul kita sama, kita adalah saudara sesame muslim. Tidak ada yang mempermasalahkan mazhab apa yang kalian pakai, imam mana yang kalian ikuti. Jika di Indonesia kita sering berdebat hal-hal seperti ini, tapi disini semua membaur dan bersama-sama menjalankan ibadah dengan baik.

Sunggu suatu hal yang tidak bisa tergambar serunya, meskipun tinggal dinegara yang menjadi salah satu penggelar festival LGBT terbesar di Asia, tapi bisa hidup dan bertemu dengan saudara sesama muslim dari belahan dunia lainnya. Dan pada hari Senin lalu (19 Maret 2018), Musholla kami kedatangan salah satu tokoh muslim di Indonesia yaitu Prof. Muhammad Mahfud MD, yang berkesempatan untuk menjadi imam sholat magrib dan memberikan ceramah singkat untuk kami.
RBS
Taiwan, 24 Maret 2018
Comments